Desa Yang Musnah di Daerah Dieng
Kisah
ini sudah lama, tetapi banyak yang belum mengetahuinya. Kisah ini hendaknya
menjadi ibroh (Pelajaran), bahwa apabila suatu daerah bermaksiat semua, bisa
jadi Allah akan mengazabnya secara langsung.
“Apakah
kamu merasa aman terhadap Allah yang dilangit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan
bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS Al Mulk
67: 16).
Dukuh
Legetang adalah sebuah daerah di lembah pegunungan Dieng, sekitar 2 km ke utara
dari kompleks pariwisata Dieng Kabupaten Banjarnegara. Dahulunya masyarakat
dukuh Legetang adalah petani-petani yang sukses sehingga kaya. Berbagai
kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang.
Misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah.
Kualitas buah/sayur yang dihasilkan juga lebih dari yang lain. Namun barangkali
ini merupakan “istidraj” (disesatkan Allah dengan cara diberi rizqi yang banyak
dan orang tersebut akhirnya makin tenggelam dalam kesesatan).
Masyarakat
dukuh Legetang umumnya ahli maksiat dan bukan ahli bersyukur. Perjudian disana
merajalela, begitu pula minum-minuman keras (yang sangat cocok untuk daerah
dingin). Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger (sebuah kesenian yang
dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering berujung kepada perzinaan).
Anak yang kawin sama ibunya dan beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah
di dukuh Legetang.
Pada
suatu malam turun hujan yang lebat dan masyarakat Legetang sedang tenggelam
dalam kemaksiatan. Tengah malam hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara “buum”,
seperti suara benda yang teramat berat berjatuhan. Pagi harinya masyarakat
disekitar dukuh Legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu
menyaksikan bahwa Gunung Pengamun-amun sudah terbelah (bahasa jawanya: tompal),
dan belahannya itu ditimbunkan ke dukuh Legetang.
Dukuh
Legetang yang tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi
menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati.
Gegerlah kawasan dieng… Seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka
longsoran itu hanya akan menimpa dibawahnya. Akan tetapi kejadian ini bukan
longsornya gunung.
Antara
dukuh Legetang dan gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai
sekarang masih ada. Jadi kesimpulannya, potongan gunung itu terangkat dan jatuh
menimpa dukuh Legetang. Siapa yang mampu mengangkat separo gunung itu kalau
bukan Allah Tabaroka wata’ala?
Kini
diatas bukit bekas dukuh Legetang dibuat tugu peringatan. Ditugu tersebut
ditulis dengan plat logam:
Allah
Maha Besar.
Jika
Anda dari daerah Dieng menuju ke arah (bekas) dukuh Legatang maka akan melewati
sebuah desa bernama Pakisan. Sepanjang jalan itu Anda mungkin akan heran
melihat wanita-wanitanya banyak yang memakai jilbab panjang dan atau cadar.
Memang sejak dulu masyarakat Pakisan itu masyarakat yang agamis, bertolak
belakang dengan dukuh Legetang, tetangga desanya yang penuh dengan kemaksiatan.
Ketika kajian triwulan Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah Kabupaten
Banjarnegara bertempat di Pakisan, maka masyarakat Pakisan berduyun-duyun ke
masjid untuk mendengarkan kajian dari Ustadz Muhammad Umar As Sewed. Ya, hampir
semua masyarakat Pakisan aktif mengikuti kajian.
Wallahu
a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar